Bisnis

Harga Pertalite Dikabarkan Akan Naik jadi Rp 10.000, Ini Langkah Kemendag untuk Jinakkan Inflasi

Sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) semakin kuat setelah anggaran subsidi dan kompensasi energi membengkak sampai Rp 502 triliun.

Adapun harga Pertalite, salah satu BBM bersubsidi, santer terdengar bakal dinaikkan menjadi Rp 10.000 per liter.

Untuk mengantisipasi makin meluasnya dampak kenaikan harga BBM itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan telah berkoordinasi dengan beberapa instansi pemerintah lainnya.

Direktur Bahan Pokok dan Penting Kemendag Isy Karim mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk memprioritaskan program tol laut.

Program itu diharapkan dapat mengurangi ongkos distribusi bahan-bahan pokok bila BBM jadi naik.

“Karena instrumen kami tidak lengkap, maka lebih banyak koordinasi.

Kalau bahan pokok itu kan bisa dengan tol laut dan dapat subsidi,” ujarnya saat ditemui di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat pada Kamis, 18 Agustus 2022.

Isy menjelaskan seluruh komoditi yang tercantum dalam Perpres 71 itu akan mendapat subsidi melalui distribusi tol laut.

Selain program lagi tol laut, ada juga program jembatan udara, dan griya maritim.

Ketiga program itu akan dijalankan juga bersama Pemerintah Daerah.

Kemendag juga akan bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas dan pelaku usaha.

“Koordinasinya bermacam-macam.

Memang judulnya koordinasi tapi isinya akan banyak yang bisa kita lakukan,” tuturnya.

Saat ini Kemendag akan tetap memantau harga-harga bahan pokok di Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP).

Hasil pantauan tersebut akan menjadi pijakan untuk menentukan kebijakan selanjutnya apabila kenaikan BBM terjadi.

Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan harga BBM bersubsidi, khususnya Pertalite akan naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.

Artinya, inflasi 2022 bisa menembus 6-6,5 persen secara year on year (yoy).

BIla harga Pertalite naik, Bhima memperkirakan tekanan ekonomi untuk 40 persen kelompok rumah tangga terbawah akan semakin dalam.

“Belum lagi ada 64 juta UMKM yang bergantung dari BBM subsidi,” ujarnya.

RIANI SANUSI PUTRI | HENDARTYO HANGGI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *